some distinctive pages from a remarkable journal that told you a story, about an extraordinary life.
2012-08-12
Chapter 3: Cup of Black Coffee
"Del, del, lagi dimana sih lo?" Setengah berteriak Fahri mencari teman sebangkunya, Delta.
Mereka berdua pergi ke toilet bersama di tengah-tengah pelajaran fisika Bu Juna. Sudah hampir lima menit mereka keluar dari kelas, sementara jarak dari kelas ke toilet tidak cukup jauh, rasanya mungkin memang bakal agak mengkhawatirkan kalau mereka berdua ke toilet selama itu.
Tak lama kemudian Delta akhirnya keluar dari bilik toilet nomor 4.
"Anjrit, ngapain aja sih lo Del? Lama banget. Gue udah kelar dari tadi, kalo di kirain cabut gimana?" Tanya Fahri setengah panik
"Yaelah lebay amat lo Ri, kaya enggak pernah cabut aja" Jawab Delta dengan santai
"Emangnya lo! kerjaannya ke warnet mulu, udah yuk buru balik ke kelas" Fahri setengah emosi
"Iya, iya, santai aja sih." Sahut Delta masih santai
Mereka berdua akhirnya berjalan kembali ke kelas. Sebenarnya ada sesuatu hal yang membuat Delta cukup lama terdiam di toilet, dia sempat melamun. Semua anak kelas 2.8 juga tahu kalau Delta adalah seorang anak yang cabutan dan hobinya adalah ke warnet untuk bermain game online, bahkan seringkali ia membela-bela tidak jajan saat di sekolah dan hanya meminta pada temannya hanya agar dia tidak kehabisan uang untuk ke warnet.
Ditemani beberapa teman sekelasnya, Danis, Indra, dan Lukman, mereka sering cabut ketika jam pelajaran terakhir supaya tidak kehabisan tempat di warnet kesayangan mereka. Namun sudah beberapa minggu belakangan ini, Delta agak jarang ikut dengan mereka.
Apa yang dilamunkan oleh Delta bukan lagi sesosok wanita tinggi cantik putih yang dulu sempat di idamkan dan di gosipkan dengannya, Dantia, tapi sesosok wanita lain yang bernama Dyah Haunia Azufi, salah seorang teman sekelompok dari Dantia.
"Aduh" teriak Delta
Baru setengah jalan mereka menuju kelas Delta tersandung batu yang tidak dilihatnya karena dia masih sempat melamun.
"Kenapa lagi sih lo?" tengok Fahri kaget melihat temannya terjatuh
"Eh kayanya gue kesandung nih Ri" sahut Delta sambil berusaha berdiri
"Kok bisa sih? Pasti ngelamun lagi deh lo?" tanya Fahri agak bingung
"Iya kayanya yah.. eh-he-he-he" jawab Delta sambil cengengesan.
Mereka kembali berjalan menuju kelas. Tidak lama kemudian mereka kembali dan langsung duduk di kursi mereka berdua yang kebetulan terletak di dekat pintu. Bu Juna tetap melanjutkan materinya tanpa memperhatikan dua anak yang baru masuk kelas.
"Jadi cahaya itu akan mengalami pembiasan sempurna pada medium-medium tertentu..." jelas Bu Juna sambil menulis di papan tulis.
Sementara itu Delta yang memang sejak awal tidak memperhatikan malah menengok ke arah belakang, tempat dimana Dyah duduk. Dia melihat sesosok wanita yang benar-benar seperti sudah mengalihkan dunianya belakangan ini, wanita yang berkulit gelap, yang terlihat sangat manis, ditambah dengan rambutnya yang panjang. Tapi dia bukan tiang listrik yang dikasih wig.
Delta kembali melamun, membayangkan bagaimana kalau pada akhirnya mereka bisa jadian dan jalan bersama. Delta memang belum sempat menanyakan nomer handphone nya atau memberi tahu teman-teman yang lainnya kalau dia menyukai Dyah, mengingat masih banyak teman sekelasnya yang menganggap dia masih menyukai Dantia. Delta memperhatikan Dyah yang sedang mencatat, sambil membayangkan kalau-kalau tiba-tiba rambutnya dikibaskan.
"Jadi siapa yang tahu sifat-sifat lensa cekung?" tanya bu Juna sambil memperhatikan keadaan kelas.
Cukup terlihat jelas semua anak mencatat materi yang di tulis bu Juna di papan tulis, sementara terlihat Delta sendiri yang tidak terlihat sibuk mencatat malah menoleh ke arah belakang.
"Delta, kamu tahu apa sifat-sifat lensa cekung?" tanya bu Juna meninggikan suaranya sambil masih terdiam berdiri di depan.
Satu kelas langsung terdiam dan agak tegang saat nama Delta di sebut. Bahkan Dyah berhenti mencatat dan langsung menoleh ke arah Delta. Delta yang kaget langsung menolehkan pandangannya ke depan. Delta masih belum menyadari namanya di panggil barusan.
"Delta, apakah kamu memperhatikan ibu?" sekali lagi tanya bu Juna.
"Del, Del, lo dipanggil bu Juna tuh" bisik Fahri sambil menyikutnya.
"Eh-eh, iya bu, ada apa?" sahut Delta panik
"Kamu tahu apa saja sifat-sifat lensa cekung?"
"Ehm.. sifat? Sifatnya dapat membias dengan sempurna mungkin ya Bu" Jawab Delta ngaco, hanya mengingat sedikit penjelasan tentang pembiasan sempurna
"Eh bego, maya tegak diperkecil bego" bisik Fahri setengah emosi
"Ya ampun Delta, dari tadi kamu ngapain aja sih? Tidak memperhatikan ibu? Lensa cekung itu sifatnya sama dengan cermin cembung, maya tegak diperbesar"
"Eh iya, bu maaf"
"Sekarang kamu maju ke depan, kerjakan soal dari ibu!"
Delta maju sambil terus di nasehati oleh bu Juna.
"Kamu itu sudah hampir ujian kenaikan kelas masih saja suka melamun kalau kelas ibu. Kapan mau belajarnya kamu?"
Berakhirlah hari itu dengan pelajaran fisika yang menyenangkan untuk Delta dari Bu Juna.
Sepulang sekolah, karena keadaan mood yang tidak menyenangkan akhirnya Delta mengiyakan ajakan untuk bermain ke warnet dari Lukman. Tapi bukannya moodnya membaik, mood Delta semakin buruk ketika dia menghabiskan hampir 3 jam hanya untuk kalah terus.
Akhirnya, Delta kembali ke kebiasaannya, yaitu pulang dengan berjalan kaki dari warnet. Tiba-tiba di tengah perjalanannya, dia kaget saat melihat sesosok wanita berambut panjang membawa sekantung plastik yang sepertinya sangat tidak asing dari belakang. Setengah berlari karena penasaran Delta menghampirinya.
"Eh, Eh, Dyah? Ngapain lo disini?" tanya Delta agak bingung
"Eh? Delta? Kaget gue. Gue abis dari warung, ini mau balik." jawab Dyah agak kaget sambil tetap berjalan.
"Emang rumah lo dimana?" tanya Delta lagi
"Hahaha, mau tau aja.. Lo sendiri emang ngapain Del, disini?" sahut Dyah
"Oh, gue baru balik dari Valkryie" jawab Delta santai
"Oh, dasar lo anak warnet. Gue duluan ya" Dyah belok begitu saja ke kanan pada belokan berikutnya. Sementara Delta berdiri terdiam melihat ke arah Dyah pergi.
Delta tidak mungkin begitu saja mengikutinya hanya untuk tau rumahnya, bisa disangka macam-macam, akhirnya dia kembali melanjutkan perjalanannya pulang. Malamnya ia tidak bisa tidur.
Ada beberapa hal yang terngiang-ngiang di kepalanya. 'She is like a cup of black coffee with sugar, Sweet, and makes me hard to sleep' Hampir setiap malam pun ia di temani Dyah dalam setiap mimpinya.
Semester 2 hampir berakhir, walaupun kebiasaan Delta untuk bermain ke warnet sudah di kurangi, namun setiap hari ia lebih memilih berjalan kaki untuk pulang ke rumahnya, melewati rute dimana dia sempat bertemu dengannya, bahkan dia sempat menelusur ke arah dimana Dyah belok, namun tak pernah sekalipun dia bertemu dengannya lagi, walaupun di kelas Delta tak pernah berhenti memperhatikannya.
Setelah semester 2 berakhir, akhirnya tibalah pada kenaikan kelas. Delta masuk kelas 3.2 sementara Dyah ada di kelas 3.9. Mereka berdua mungkin memang tidak di takdirkan buat sekelas. Walaupun sudah hampir satu semester Delta memendam perasaannya, ia tak kunjung berani untuk menyampaikannya langsung kepada Dyah.
Belum lama setelah mereka masuk dan memulai tahun ajaran baru, tiba-tiba pada awal semester 1 Delta di kagetkan dengan berita pindahnya Dyah dari SMPN 1 Depok, ke SMP 108 Jakarta pada hari itu, 10 September. Mereka berdua mungkin memang tidak di takdirkan buat sekelas, satu sekolah, atau apalagi berjodoh.
Mungkin Delta belum sempat menyatakan perasaannya selama ini kepada Dyah, namun yang lebih mengecewakan lagi, Delta bahkan belum sempat mengucapkan sampai jumpa kepadanya.
Namun setiap hari dia tetap melewati jalan yang sama yang dia tempuh saat dia pertama kalinya bertemu Dyah di jalan, jalan dimana untuk pertama kalinya ia tidak bisa melepaskan Dyah dari pikirannya, berharap suatu hari Dyah akan lewat, membawa sekantung plastik, dan mungkin menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang menghantui pikiran Delta,
"Sekarang lagi dimana? Lagi apa? Apakah kamu baik-baik saja?"
Mungkin, mungkin Dyah hanya akan menjawab
"Hahaha, mau tau aja.."
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar